Mungkin ini cerita cukup saya dan Tuhan yang tahu.
Mungkin vespa orange mu juga tahu, tapi ia tidak pernah berbisik kepadamu.
Mungkin kalau waktunya tiba... cukup Tuhan yang atur, saya tidak berani prediksi untuk apa pertemuan kita terjadi.
Orang bilang ada rahasia dibalik pertemuan.
Dipertemukan tanpa sadar, dipisahkan kembali untuk menjalankan jalannya masing-masing.
Lalu tanpa sadar menunggu, hanya untuk dipertemukan kembali.
Di waktu yang tepat.
Tanggalan awal di tengah bulan, tahun 2013. Berkali-kali mereka menyebut namamu. Tidak ada yang asing rasanya untuk orang yang belum pernah ditemui.
Aneh.
Lalu aku melihat wujudmu, lantas aku mengernyit akan sosok yang sepertinya akrab.
Sudah hampir seminggu ini radarku kau kacaukan. Seperti ada sesuatu yang mengganjal. Pertanyaan yang tidak terjawab tentang aku tidak tahu apa. Tapi alam bawah sadarku merasa segalanya tampak familiar. Tak daya kuperhatikan wajahmu. Berkali-kali kau tangkap mataku.
Seminggu berlalu, aku pulang tanpa jawaban. Hanya sedikit informasi yang kupunya. Dari goresan-goresan mu yang kutemui. Semuanya menarik. Tak kuasa kubuatkan kau puisi, untuk pemikiranmu yang kupuja.
Sedikit demi sedikit sepertinya kosmos berbicara. Menarikku ke waktu itu. Di mana kita hanyalah orang asing yang menjalani hidupnya masing-masing. Rangkaian pertemuan kita lambat laun tersusun.
Puluhan Desember di ujung tahun 2012, saat itu di depan gang Stupa.
Kamu dan vespamu.
Aku dan backpack-ku berhasrat untuk memulai petualangan di kota yang pernah terendam lautan api. Aku bersama kawanku menunggu angkutan umum. Serampangan kamu dan vespamu berjalan tidak seimbang menaiki polisi tidur. Mataku telah menangkap daya tarikmu. Cukup hatiku yang tahu bahwa ia tersenyum. Aku pikir saat itu kita hanya dua orang asing yang sedang menjalani hidupnya masing-masing.
Namun kau sapa kawanku dari atas vespamu. Lalu sambil kau berlalu, kawanku bercerita sedikit tentangmu. Di mana tempat tinggalmu dan juga warna vespamu yang kau pilih berdasarkan pendapat dari kawanku. Namun sekali agi aku berpikir bahwa kita hanya dua orang asing yang sedang menjalani hidupnya masing-masing.
Bukan hanya saat di gang stupa, takdir telah mempertemukanku dengan keluargamu jauh sebelum kita mengenal. Tapi kita saling tidak tahu bahwa kita terikat dengannya. Takdir telah mengarahkanku untuk mengenalimu hingga waktunya tiba kita dipertemukan. Kita pernah bertemu jauh sebelum kita mengenal.
Mungkin itu sebabnya mengapa mataku selalu mencuri pandang ke arahmu. Karena memori otak ku masih menyimpan bayang dari wajahmu yang hanya Tuhan yang tahu.
Sekali lagi takdir memisahkan kita. Menyisakan pertanyaan-pertanyaan yang hanya masa depan yang mampu menjawab. Mungkin kali ini saya harus menunggu lagi hingga waktu mempertemukan kita kembali. Di dalam masa yang telah ditentukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar