Sabtu, 29 Juni 2013

Menantikan Lain Kali

Untuk mereka,
yang mengisi hampir 7/10 dari hidupku.

Yang menciptakan corak, laksana saya sebuah kanvas.
Yang tergelak, dalam setiap gelagat dan tutur.
Yang memberikan alasan untuk hidup.
Yang berfungsi sebagai stimulan, menciptakan angan akan negeri mimpi.
Hingga terdorong dirinya untuk menyusun rangka kehidupan yang sempurna, dikala dunia kian absurd.
Mempercayai dunia boleh buruk, asal kita tetap lurus.
Menyontoh norma satu sama lain, kebaikan masih ada.
Yang menorehkan luka atas kenyataan yang terbelokkan.
Menyisakan kerancuan akan apa yang masuk diakal.
Ingin pergi memandang hina, tapi kenangan memupuk sayang.
Yang tanpa niat mengajarkan menerima fakta yang sengit.
Namun, itu yang nyata. Yang pilu, yang bengis, yang bukan lurus.
Memandang sebelah mata pada saat itu, namun dibujuk oleh waktu, kembali untuk membentangkan tangan.
Dalam 7/10 hidup kami belajar, menerima, mengasihi demi jiwa yang berkembang.
Ucap syukur atas pertemuan yang telah diaturnya.
Maka sekarang, pergilah berperai-perai kami. 
Melanglang, berkelana di setapak kami sendiri.
Hingga kami dipertemukan kembali, ceritakan pengembaraanmu.
Tentang hidup yang bercerai, yang mengutus kami untuk berperai-perai, memiliki ceritanya masing-masing.
Untuk menarik hidup satu persatu biar kembali, menciptakan kesatuan cerita.





Tidak ada Moko, melihat pemandangan bintang artifisial dari Warung Sitinggil bersama kawan pun sempurna <3 nbsp="">



Tidur dilatarbelakangi pemandangan kota Bandung


Rizki: "Jangan gantungin anak orang dong"
Dhira: "Aku ngga gantungin tapi aku seneng aja diperhatiin"
Rizki: "Tapi kan orangnya jadi ngarep"
Dhira: "Aku kan cuma play-play"
Rizki: "Ini hati, bukan Dufan"



Dinner

Selalu masalah sama muka Ayie



Kurang Moko dan Kawah putih akibat kelebihan masa pada mobil nisa yang berkapasitas 5 orang, namun kami ngeyel penuhi dengan 7 orang. Menantikan lain kali.....




- Bandung, 27-29 Juni 2013

Rabu, 26 Juni 2013

Dari Lensa Pecah

Sobatan
Dalam kesyahduan malam dan dingin yang menusuk tulang


Di sana





"Di ujung malam, menuju pagi yang dingin"


Waras

Micro



"Dibawah sinar bulan purnama..."




Rabu, 12 Juni 2013

Metafora Adam

Kepada Phobos aku mempelajari bahwa keajabain berwujud.
Di dalam pengembaraan aku menyicipi daya dan kekuatan.
Dengan keterpurukkan aku mengarifi dan memahami.
Dalam angin yang berhembus aku memahami keterbukaan dan teori akan pengalaman-pengalaman yang menembus batas normaku.
Di dalam kesucian aku mengimani takdir,







dan kepada anjing yang berdiam kehilangan arah....


aku mengerti penantian dan arti sabar.

Senin, 10 Juni 2013

Orang Asing

Mungkin ini cerita cukup saya dan Tuhan yang tahu. 
Mungkin vespa orange mu juga tahu, tapi ia tidak pernah berbisik kepadamu. 
Mungkin kalau waktunya tiba... cukup Tuhan yang atur, saya tidak berani prediksi untuk apa pertemuan kita terjadi.
Orang bilang ada rahasia dibalik pertemuan. 
Dipertemukan tanpa sadar, dipisahkan kembali untuk menjalankan jalannya masing-masing. 
Lalu tanpa sadar menunggu, hanya untuk dipertemukan kembali. 
Di waktu yang tepat.



Tanggalan awal di tengah bulan, tahun 2013. Berkali-kali mereka menyebut namamu. Tidak ada yang asing rasanya untuk orang yang belum pernah ditemui. 
Aneh. 
Lalu aku melihat wujudmu, lantas aku mengernyit akan sosok yang sepertinya akrab. 
Sudah hampir seminggu ini radarku kau kacaukan. Seperti ada sesuatu yang mengganjal. Pertanyaan yang tidak terjawab tentang aku tidak tahu apa. Tapi alam bawah sadarku merasa segalanya tampak familiar. Tak daya kuperhatikan wajahmu. Berkali-kali kau tangkap mataku.

Seminggu berlalu, aku pulang tanpa jawaban. Hanya sedikit informasi yang kupunya. Dari goresan-goresan mu yang kutemui. Semuanya menarik. Tak kuasa kubuatkan kau puisi, untuk pemikiranmu yang kupuja.

Sedikit demi sedikit sepertinya kosmos berbicara. Menarikku ke waktu itu. Di mana kita hanyalah orang asing yang menjalani hidupnya masing-masing. Rangkaian pertemuan kita lambat laun tersusun.



Puluhan Desember di ujung tahun 2012, saat itu di depan gang Stupa. 
Kamu dan vespamu. 
Aku dan backpack-ku berhasrat untuk memulai petualangan di kota yang pernah terendam lautan api. Aku bersama kawanku menunggu angkutan umum. Serampangan kamu dan vespamu berjalan tidak seimbang menaiki polisi tidur. Mataku telah menangkap daya tarikmu. Cukup hatiku yang tahu bahwa ia tersenyum. Aku pikir saat itu kita hanya dua orang asing yang sedang menjalani hidupnya masing-masing.

Namun kau sapa kawanku dari atas vespamu. Lalu sambil kau berlalu, kawanku bercerita sedikit tentangmu. Di mana tempat tinggalmu dan juga warna vespamu yang kau pilih berdasarkan pendapat dari kawanku. Namun sekali agi aku berpikir bahwa kita hanya dua orang asing yang sedang menjalani hidupnya masing-masing.



Bukan hanya saat di gang stupa, takdir telah mempertemukanku dengan keluargamu jauh sebelum kita mengenal. Tapi kita saling tidak tahu bahwa kita terikat dengannya. Takdir telah mengarahkanku untuk mengenalimu hingga waktunya tiba kita dipertemukan. Kita pernah bertemu jauh sebelum kita mengenal. 


Mungkin itu sebabnya mengapa mataku selalu mencuri pandang ke arahmu. Karena memori otak ku masih menyimpan bayang dari wajahmu yang hanya Tuhan yang tahu.


Sekali lagi takdir memisahkan kita. Menyisakan pertanyaan-pertanyaan yang hanya masa depan yang mampu menjawab. Mungkin kali ini saya harus menunggu lagi hingga waktu mempertemukan kita kembali. Di dalam masa yang telah ditentukan.




Minggu, 09 Juni 2013

Untuk dia, yang pemikirannya kucintai.


Untuk dia yang pemikirannya kucintai,
aku sudi duduk seharian membaca tulisanmu. Yang mengalir dari pikiranmu lalu kau susun ke dalam kata, kalimat, lalu paragraf. Hanya untuk mempersatukan benakmu ke dalam konsonan. Meluapkan angan dari jiwa hausmu yang bertabirkan wujud insan.
Aku sudi merasakanmu dalam setiap goresan tintamu tentang takdir, vespa, atau bahkan kerinduanmu akan masa lalu dimana zaman belum edan.
Aku sudi mencoba memahamimu. Dibalik wajahku yang mengernyit, ingin kulihat dunia dari balik matamu. Merasakan dunia dari angan-anganmu. Membangun hidup dari mimpimu. Membaur ke dalam petualanganmu.


Untuk dia yang pemikirannya kucintai,
bukan maksutku mendahului takdir. 


Untuk dia, yang pemikirannya kucintai.

Rabu, 05 Juni 2013

Setiap kata yang kau racik dan kau susun rapih mempertemukan kita.
Setiap kata yang kau racik dan kau susun rapih, aku merasakanmu.
Setiap kata yang kau racik dan kau susun rapih kuselami duniamu.
Dari jendela hatimu terkuak, menguap bersama kata.